[Resensi] Tuhan Sang Penggoda (2) #ChallengeDay16
Well, setelah lebih dari 2 bulan, akhirnya saya bisa juga menyelesaikan buku ini, Tuhan Sang Penggoda. Sebelumnya saya juga telah me-review setengah dari buku tersebut di postingan ini Tuhan Sang Penggoda.. Nah setengah buku selanjutnya tetap menceritakan uneg-uneg si penulis dan kejadian sehari-hari yang dapat memberi kita pencerahan dan merenungi hidup.
Buku Tuhan Sang Penggoda |
Judul Buku : Tuhan Sang Penggoda
Penulis : M. Arief Budiman
Penerbit : Galang Press
Halaman : 296 halaman
Ada 2 tulisan yang saya sangat suka pada bagian ketiga - Mencari Rumah Tuhan, di buku ini, yaitu saat penulis mencurahkan uneg-unegnya mengenai Idul Adha dan film Titanic. Ya pada bagian ketiga ini, si penulis memberikan uneg-unegnya yang berhubungan dengan Sang Pencipta.
Catatan dengan judul 'Idul Adha dan Kambing di Hati Kita' yang ditulis pada tanggal 7 April 1998 ini memberikan pukulan telak bagi diri saya. Di catatan ini disadarkan bahwa tak ada yang perlu kita lakukan pada Tuhan, tapi semuanya hanya perlu kita lakukan untuk diri kita sendiri. Tuhan tidak pernah membutuhkan apapun dari makhluknya, tapi makhluknya-lah yang membutuhkan diriNya. Di dalam catatan ini, dianalogikan oleh si penulis dengan berkurban kambing atau sapi pada Hari Raya Idul Adha. Bukan dengan hanya berkurban saat 10 Dzulhijjah saja, tapi ya harus terus selalu berkurban. Eits, bukan berkurban kambing dan sapi, yang dimaskudkan berkurban adalah mengorbankan gaya hidup, mentalitas, iman, dan tanggung jawab. Seperti kata-kata ini nih yang dibuat oleh si penulis :
Tuhan nggak butuh apa saja yang kita korbankan. Dia bisa menciptakan segala sesuatu yang jauh lebih besar, lebih bagus, lebih dahsyat hanya dalam hitungan seperti tak terhingga detik.
Catatan selanjutnya berjudul 'Betapa Rapuhnya Manusia' yang ditulis pada tanggal 12 April 1998. Catatan ini membahas tentang tragedi kapal Titanic. Pasti hampir semua dari kita pernah menyaksikan film Titanic. Diceritakan bahwa pada saat Titanic dibuat, Titanic dikukuhkan sebagai kapal yang tidak akan pernah tenggelam. Manusia terlalu sombong pada saat itu hingga berani melupakan kebesaranNya.
Setiap benih kesombongan telah membawa serta karma kehancuran sebagai imbangannya.
Secara pesan dan pelajaran yang ada dalam buku ini tidak perlu dikomentari karena memang sangat menyadarkan dan dapat menjadi perenungan bagi pembacanya. Tapi saya terganggu dengan banyaknya typo pada buku ini atau bahkan hilangnya spasi antar kata pada sebaris kalimat ._. Terlalu banyak untuk ukuran sebuah buku yang telah diterbitkan dan pasti banyak dibaca orang. Harapan saya semoga jika dicetak lagi, kesalahan ini bisa minim atau bahkan hilang.
Well, terimakasih ilmu dan pengalaman penulis, sangat menajdi bahan renungan bagi saya sendiri. Buku ini bermanfaat. Tulisan pada kaver jelas terbukti, truly inspired.
0 komentar