Hallo!
Sudah sebulan lebih ya ternyata saya nggak nulis. Hehe. Soalnya saya lagi nggak tertarik nulis tentang apa-apa. Tapi kali ini saya mau cerita tentang satu novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Bumi Manusia. Novel ini baru saja selesai saya baca dan menjadi novel ke 14 yang saya baca di tahun ini.
Judul Buku : Bumi Manusia
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Jumlah Halaman : 535 halaman
Bumi Manusia sudah lama masuk wishlist bacaan saya. Dan alhamdulillah akhirnya kebaca. Sebelumnya saya sempat takut nggak paham sama bahasa dan alur ceritanya. Maklum, novel ini kan dibuat Pram pada masa Reformasi. Dan bener aja, bahasanya agak sedikit aneh gitu. Tapi overall saya masih bisa paham. Malah nih, lama-lama saya asik aja bacanya.
Novel Bumi Manusia ini merupakan seri pertama dari Tetralogi Buru yang ditulis oleh Pram. Seri selanjutnya masing-masing berjudul Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Yang bikin saya takjub adalah, novel ini ditulis Pram pada saat beliau berada di penjara lho. Dan yang bikin juara, novel ini adalah novel Roman. Bayangkan kamu di penjara dan kamu malah nulis novel Roman. Hehe.
Full Sejarah
Bumi Manusia memang bergenre Roman. Konflik yang diciptakan juga nggak jauh-jauh dari konflik roman. Tapi yang bikin novel roman ini beda sama novel-novel roman lainnya, novel ini juga disusupi oleh bagaimana kehidupan politik di jaman itu. Fyi, novel ini mengambil latar waktu saat pemerintah Hindia Belanda masih menduduki Indonesia. Jangan berharap ada kata Indonesia di dalam novel ini. Karena negara kita masih disebut dengan nama Hindia. Terus, buat kamu yang tinggal di Surabaya seperti saya, kamu bakal diajak Pram buat membayangkan Surabaya di jaman dulu. Yap, Kranggan dan Wonokromo adalah 2 tempat yang banyak disebut di dalam novel ini.
Sedikit banyak, berkat membaca novel ini, saya jadi tahu bagaimana kehidupan masyarakat pada jaman penjajahan Belanda dulu. Dimana, masyarakat dibagi menjadi beberapa golongan dimana golongan itu memengaruhi kedudukan mereka di mata hukum dan pemerintahan. Memang benar apa yang tertera dalam buku sejarah, bahwa hanya orang-orang pribumi tertentu aja yang bisa mengenyam pendidikan bersama dengan orang-orang Eropa lainnya.
Terus nih, novel ini juga berhasil menjawab pertanyaan saya mengenai bagaimana sih kok bisa bangsa kita yang katanya dijajah bisa hidup berdampingan dengan masyarakat Belanda? Ternyata di jaman dulu nggak selalu ada perang seperti yang saya bayangkan. Ternyata orang-orang pribumi di jaman dulu juga bisa kenal akrab bahkan menjadi sahabat orang-orang kulit putih. Ternyata nggak semua orang kulit putih itu jahat. Ada juga kok yang baik. Banyak malahan. Oke pokoknya berkat novel ini, pertanyaan yang selalu bersarang di pikiran saya tentang kehidupan di jaman penjajahan dulu terjawab. Hehe.
Selain itu, di novel ini kamu juga bakal tahu kalo yang namanya sosial media itu nggak cuma eksis di jaman sekarang aja. Tapi di jaman dulu juga sudah eksis. Banyak pergerakan-pergerakan nasional yang disebarkan lewat media sosial. Kalo jaman dulu sih masih pakai koran. Meskipun nggak secepet pakai Facebook kayak sekarang, tapi cukup ampuh juga lho buat cari massa. Di novel ini kamu akan tahu bagaimana perjuangan si pemeran utama buat menghadapi masalahnya dengan bantuan media.
Novel ini sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti ke bahasa Inggris dan Jerman dan juga bahasa-bahasa lainnya yang saya nggak hafal. Penghargaan yang diraih juga banyak banget. Kamu bisa baca di bagian akhir buku. Kalo kamu nggak suka sejarah tapi suka roman, mending tetep nggak baca deh. Apalagi kalo kamu berharap novel ini bakal menye menye ala novel teenlit atau harlequin. Hehehe.
Alur Cerita
Oke akan saya ceritakan sedikit tentang bagaimana alur cerita dari novel berjudul Bumi Manusia ini dan dimana sisi romantisnya. Novel ini menceritakan kisah seorang cowok bernama Minke. Dia bukan keturunan bangsawan, tapi beruntung karena bisa sekolah di ELS (kalo sekarang sih setara SMA gitu). Suatu hari, Minke ini diajak oleh temannya Robert Suurhof ke rumah Nyai Ontosoroh. Di rumah ini, ia bertemu dengan Anneliese, anak Nyai Ontosoroh. Mereka pun akhirnya saling jatuh cinta. Nah kisah cinta antara Minke dan Ann ini penuh dengan halang rintangan. Dan halang rintangan ini didapat karena kehidupan politik dan budaya masyarakat pada saat itu yang membeda-bedakan tingkatan masyarakat seperti pribumi, Indo atau Totok.
Selain kisah cinta Minke dan Ann, ada kisah lain yang juga lumayan punya porsi besar dalam novel Bumi Manusia ini. Adalah kisah Nyai Ontosoroh dan juga sepak terjangnya terhadap kehidupan pada masa itu yang membuat dirinya jadi wanita tangguh. Beneran deh tangguh. Tanpa pernah mencicipi dunia pendidikan, Nyai Ontosoroh ini berhasil menjalankan perusahaan besar, fasih berbicara bahasa Belanda dan tentu saja mampu menghadapi susahnya hidup di jaman itu yang selalu memberatkan pribumi. Malahan nih kalo buat saya, kisah Nyai Ontosoroh dan sepak terjangnya hampir-hampir mengalahkan cerita si Minke dan Ann. Porsi Nyai Ontosoroh sama besar dengan porsi Minke sebagai pemeran utama.
5/5 = IT WAS AWESOME
Sebenarnya saya masih ingin cerita banyaak tentang novel ini. Tapi sayang ilmu sejarah saya masih cetek. Takut salah kasih informasi. Hehehe. Btw, novel ini recommended banget buat kamu yang memang suka sama sejarah. Alhamdulillah dari SD saya sudah tertarik sama hal-hal yang berbau sejarah. Tapi entah kenapa dulu nilai IPS saya nggak pernah bagus. Hehe.
Novel ini nggak ragu saya kasih bintang 5 alias IT WAS AMAZING. Perpaduan yang sempurna antara roman, sejarah dan kehidupaan politik. Sampai sekarang aja saya masih belum bisa move on sama novel yang satu ini. Istilah gaulnya book hangover gitu deh. Saya udah nggak sabar buat baca kelanjutannya, Anak Semua Bangsa. Maklum lah ya, ending novel ini menggantung banget. Kan bikin penasaran T^T.
1 komentar
mau banget baca buku ini...tapi sekarang lagi seneng novel dewasa ringan, hahahaha belum mau baca yang berat-berat, masuk wish list deh!
ReplyDelete